Reog yang masih menjadi primadona |
Peringatan tujuhbelasan
tahun 2015 sudah berangsur usai. Setiap individu kembali dalam rutinitas
awal, sekolah kembali aktif setelah sempat terbuai dalam perayaan. Tujuhbelasan memang selalu demikian,
gegap gempitanya memaksa seluruh elemen masyarakat untuk ikut serta larut di
dalamnya, tua muda, besar kecil, tak pandang usia dan status sosial. Seluruh elemen
masyarakat bersatu untuk memeriahkan peringatan hari ulang tahun Republik
Indonesia. Setiap daerah mempunyai cara masing-masing untuk menyambutnya dan
setiap individu mempunyai peran masing-masing dalam memeriahkannya.
Kemeriahan agustusan terkadang
menimbulkan kerinduan akan kampung halaman. Kebersamaan yang dulu sempat
terjalin karena saling bahu membahu menyukseskan acara kembali terngiang dan
terbuka dalam ingatan. Pun nanti, acara agustusan
tahun 2015 akan menjadi kenangan yang akan kembali terbuka satu atau
beberapa tahun yang akan datang.
Kemeriahan agustusan
memang merupakan memori hangat yang pantas dikenang. Setiap individu saling
berkompetisi dalam acara-acara yang dikemas apik oleh panitia. Setiap elemen
masyarakat saling menunjukkan performa terbaik demi membela desa/instansi yang
mengirimnya. Semangat inilah yang nampaknya mengobarkan kembali rasa
patriotisme dan nasionalisme yang terkadang tergerus oleh arus globalisasi yang kian deras terasa.
Kerinduan akan kemeriahan panggung dan stand expo yang senantiasa digelar di lapangan desa Ngadirojo
adalah hal yang menjadi kebanggaan. Menengok kembali bagaimana setiap
desa/instansi ingin menampilkan expo
yang sangat merepresentasikan dirinya. Sebuah expo yang menjadikan citra dari desa atau lembaga yang membuatnya. Expo bukan hanya sebuah stand yang berdiri mengelilingi
lapangan, namun lebih jauh, stand
adalah pesan yang menunjukkan jati diri sebuah desa/instansi.
Expo PPHBN Kecamatan Ngadirojo tahun 2015 |
Lomba dan kegiatan eksibisi olahraga juga demikian. Otot dan
otak saling disinergikan untuk menjadikan diri sebagai yang terbaik dalam ajang
yang diadakan. Teknik dan strategi yang telah dipelajari dicoba untuk
diterapkan di lapangan demi mentasbihkan diri menjadi yang terbaik. Lewat sepakbola,
bola voli atau sekedar gerak jalan, setiap orang ingin menunjukkan daya
eksistensi agar diakui menjadi kampiun dalam kompetisi.
Salah satu peserta lomba gerak jalan (Foto: Juhan) |
Bidang seni juga tak kalah nyentrik. Tak hanya
mempertandingkan dan menampilkan kesenian yang sudah dikenal masyarakat secara
luas, seperti langen tayub, hadroh atau seni tari, terkadang panitia juga
mempertandingkan atau menampilkan penampilan yang unik. Seperti yang
ditampilkan oleh SDI Nurul Yaqin dalam pentas di panggung kemerdekaan. Sekelompok
anak ini mencoba memainkan perkusi dari alat-alat yang bisa kita jumpai dalam
kehidupan sehari-hari, sebut saja galon air mineral dan tempat sampah. Bidang
seni mencoba terus melestarikan budaya lewat kompetisi dan eksibisi yang
ditampilkan. Reog misalnya, tarian asal kabupaten Ponorogo ini memnjadi salah
satu primadona yang menyedot perhatian warga Ngadirojo. Bukan hanya tampilan,
panitia juga mencoba mengenalkan dan menanamkan kecintaan warga Ngadirojo
terhadap budaya yang ada.
Penari Jathilan dari Desa Ngadirojo |
Perayaan bidang seni dan budaya memang sangat kentara dan
patut menjadi alasan sebuah kerinduan. Dan kerinduan terkadang mengarahkan kita
pada ingatan tentang masa kecil yang begitu gembira. Masa kecil yang penuh
keceriaan juga dicoba ditampilkan dalam rangkaian perayaan. Adalah Senam Massal
siswa PAUD-TK dari seluruh desa di kecamatan Ngadirojo. Senam yang menggunakan
properti tempurung kelapa ini menjadi satu daya tarik tersendiri. Kepolosan anak-anak
dicoba ditampilkan, selain show up
kepada masyarakat, kegiatan seperti ini baik untuk melatih mentalitas
anak-anak.
Senam Bathok ala TK-PAUD se-kecamatan Ngadirojo |
Lalu, apakah agustusan
selalu membuahkan rindu? [PK]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar