Minggu, 27 Desember 2015

Tari Abyor

Penari Abyor Sanggar Edi Peni Pacitan

Manusia memang diciptakan dengan begitu indah oleh Tuhan, maka manusia pun mencintai keindahan. Kecintaan terhadap keindahan salah satunya nampak dari apa yang dia pakai, termasuk busana, asesoris dan selera akan sesuatu.

Tari Abyor merupakan sebuah karya tari yang menceritakan tentang kesenangan seorang remaja putri yang ingin menampakkan diri sebagai pusat perhatian. Oleh karenanya, dia menunjukkan sisi ke-glamour-an yang dia miliki, ditunjang dengan gemerlapnya busana yang dia kenakan.

Usia remaja adalah usia rentan yang penuh coba. Setiap remaja seakan merasa bebas dari penjara anak-anak dan mulai ingin mencicipi segala keindahan dunia. Untung Muljono dan Rudiatin menggambarkan kesenangan remaja putri terhadap gemerlapnya busana dalam lenggak-lenggok gemulai penari putri. Sanggar Edi Peni Pacitan mempersembahkan tarian ini dengan menggandeng Karang Taruna Desa Sembowo, Kecamatan Sudimoro, Kabupaten Pacitan.

Balutan kostum dengan nuansa emas membuat penari nampak 'abyor' dalam acara yang digelar di malam hari. Dalam busana yang dikenakan, Bapak Edi Suwito memilih mahkota bernuansa tanah Lampung untuk dikenakan sang Penari. Mahkota Siger memang nampak menambah kemegahan busaha yang dikenakan.

Sebuah karya seni adalah pesan, demikian pula dengan tari ini. Selain menceritakan tentang kesenangan remaja putri terhadap gemerlapnya busana, tarian ini juga memberikan nasihat agar busana menjadi penutup raga agar terhindar dari mara bahaya. Sehingga busana menjadi satu tolok ukur kesusilaan dalam sebuah budaya. [PK]

Senin, 21 Desember 2015

Tentang Hari Ibu


Hari ini, 22 Desember 2015, hampir di seluruh media sosial di Indonesia beramai-ramai membicarakan tentang annual celebration, Hari Ibu! Tak ada salahnya membuat satu hari spesial untuk sosok yang sangat spesial, Ibu. Meskipun harus diakui, bukan hanya sehari, bahkan bakti seumur hidup bahkan tak cukup untuk membayar kegigihan seorang Ibu.

Bukan hanya Indonesia, beberapa negara lain juga memiliki tradisi serupa untuk membuat hari spesial tentang Ibu, meskipun tidak sama tanggal perayaannya. Mother’s Day diperingati di Amerika, Kanada, Australia, Jepang dan Hongkong pada hari Minggu pekan kedua bulan Mei, sedangkan di beberapa negara Eropa dan Timur Tengah, perayaan hari Ibu dibarengkan dengan International Women’s Day pada setiap tanggal 8 Maret.

Lalu, apa kaitan Hari Ibu dengan Yogyakarta dan Soekarno?
Yogyakarta adalah salah satu kota paling Romantis di Indonesia. Anies Baswedan punya pernyataan tentang Jogja dan setiap sudutnya yang begitu romantis. Bahkan budayawan Sudjiwo Tedjo membuat sebuah pernyataan tentang Yogyakarta, bahwa pergi ke Yogyakarta adalah cara si dalang edan ini untuk menertawakan kesibukan orang-orang Ibukota.

Soekarno?
Siapakah yang tak kenal dengan salah satu anak bangsa yang jenius ini. Sang founding father dengan segala kelihaiannya dan kecakapannya membuat banyak orang memuja sosoknya.
1795005_20130201082915
Ir. Soekarno dan Sang Istri (Sumber:www.biografiku.com)

Kembali ke Hari Ibu di Indonesia. Jika kita ingin melihat hubungan tentang Hari Ibu, Yogyakarta dan Soekarno, mari kita coba mundur untuk melihat sejarah tentangnya.
Negara yang besar adalah negara yang menghargai jasa para pahlawannya. Ibu adalah pahlawan bangsa, dari rahimnya lahir pejuang-pejuang bangsa, dari rahimnya lahir pemimpin-pemimpin bangsa. Tak hanya itu, banyak pejuang wanita yang turut hadir dalam sejarah perjuangan dan penegakan bangsa Indonesia.
Peringatan Hari Ibu di Indonesia diawali dari berkumpulnya para pejuang perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatra dan mengadakan Konggres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta.
Pada kongres yang diadakan di Bandung pada tahun 1952, Ibu Sri Mangunsarkoro mengusulkan untuk dibangun sebuah monumen untuk memperingati kongres pertama tersebut.
bhakti-wanitatama
Kompleks Mandala Bhakti Wanitatama, Yogyakarta (Sumber:wisataidea.blogspot.com)

Pada tanggal 20 Mei 1956 dibangunlah Balai Srikandi yang peletakan batu pertamanya dilakukan oleh menteri wanita pertama di Indonesia, Maria Ulfah.

Kemudian seluruh kompleks bangunan pun dibangun dan akhirnya diresmikan oleh Presiden Suharto menjadi kompleks gedung Mandala Bhakti Wanitatama pada tanggal 22 Desember 1983.

Ada beberapa bangunan pada kompleks ini. Museum terletak pada salah satu bagian dari Balai Srikandi. Kemudian di sekelilingnya terdapat bangunan yang sering digunakan untuk acara resepsi dan pameran, yaitu Balai Shinta, Kunthi, dan Utari. Ada pula kompleks wisma penginapan Wisma Sembodro dan Wisma Arimbi serta perpustakaan.

Museum yang terletak di Balai Srikandi menyimpan berbagai koleksi benda-benda yang digunakan saat kongres waktu itu serta diorama.
Penetapan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu diputuskan dalam Kongres Perempuan Indonesia III pada tahun 1938. Bahkan, Presiden Soekarno menetapkan tanggal 22 Desember ini sebagai Hari Ibu melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959.

Pada awalnya peringatan Hari Ibu adalah untuk mengenang semangat dan perjuangan para perempuan dalam upaya perbaikan kualitas bangsa ini. Misi itulah yang tercermin menjadi semangat kaum perempuan dari berbagai latar belakang untuk bersatu dan bekerja bersama.

Kalau kita melihat sejarah betapa heroiknya kaum perempuan (kaum Ibu) pada saat itu dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, apakah sepadan dengan peringatan Hari Ibu saat ini yang hanya ditunjukkan dengan peran perempuan dalam ranah domestik. Misalnya dalam sebuah keluarga pada tanggal tersebut seorang ayah dan anak-anaknya berganti melakukan tindakan domestik seperti masak, mencuci, belanja, bersih-bersih, dan kemudian memberikan hadiah-hadiah untuk sang ibu.

Peringatan Hari Ibu di Indonesia saat ini lebih kepada ungkapkan rasa sayang dan terima kasih kepada para ibu, memuji keibuan para ibu. Berbagai kegiatan pada peringatan itu merupakan kado istimewa, penyuntingan bunga, pesta kejutan bagi para ibu, aneka lomba masak dan berkebaya, atau membebaskan para ibu dari beban kegiatan domestik sehari-hari.

Dari Berbagai Sumber untuk seluruh Ibu di Indonesia :). Selamat Hari Ibu.
*sungkem*

Jumat, 11 Desember 2015

Tari Pongan: Cermin Kebersamaan

Tari Pongan Sanggar Edi Peni Pacitan

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) baru saja usai digelar serentak di berbagai daerah di penjuru Indonesia. Satu harapan yang diinginkan oleh rakyat adalah semakin makmur dan sejahtera. Pacitan juga demikian, setelah menggelar Pilkada, beberapa jenis perhitungan cepat dan perhitungan riil menunjukkan bahwa Bapak Indartato akan kembali memimpin Pacitan lima tahun mendatang. Semoga amanah...

Sebuah hal yang dicita-citakan selain adanya kemakmuran dan kesejahteraan adalah hidupnya kembali semangat gotong-royong dan semangat kebersamaan. Meskipun beberapa saat Pacitan terbelah menjadi dua kubu, namun saatnya kembali bersatu, kembali bersama untuk terus maju.

Kebersamaan adalah potret keindahan. Oleh karena itu, kebersamaan juga dilukiskan dalam gerak tari nan indah dalam sebuah garapan: Tari Pongan. Tari ini ditampilkan oleh sekelompok anak laki-laki yang bergerak lincah menggambarkan gesit dan trengginasnya sebuah generasi. Pola lantai dan pakaian yang seragam menunjukkan bahwa setiap individu mempunyai tugas dan kewajiban yang sama dalam memajukan bangsa.

Tari Pongan Sanggar Edi Peni Pacitan

Tari Pongan adalah sebuah cerminan cita-cita sebuah bangsa. Sebuah harapan pada generasi yang akan segera menggantikan generasi tua. Sebuah asa agar budaya tetap dijunjung tinggi dan menjadi warna dalam hidup berbangsa dan bernegara. Tari Pongan: tari kebersamaan.

Semoga kebersamaan yang digambarkan di dalam Tari Pongan ini menjadi nyata, termasuk di Pacitan, tanah kelahiran tercinta! [PK]