Beberapa Tampilan Tim Hadroh Kontemporer |
Hadroh adalah sebuah seni
bermusik dengan berbekal tabuhan yang dihasilkan dari seperangkat alat musik
rebana (terbangan) untuk mengiringi syair-syair islami. Secara bahasa, kata hadroh diindukkan dari bahasa Arab hadhoro atau yadhiru atau hadhron atau
hadrotan yang berarti kehadiran. Sedangkan definisi hadroh
menurut ilmu tasaswuf adalah suatu metode yang bermanfaat untuk membuka jalan
masuk ke hati, karena orang yang memainkan hadroh dengan benar akan terangkat
kesadarannya akan kehadiran Allah SWT dan Rasullullah SAW.
Tidak banyak bukti sejarah yang
mengungkap kapan pertama kali musik hadroh datang ke Indonesia. Namu, menurut
beberapa sumber yang telah ditelusuri, hadroh sudah ada sejak zaman Al Habib
Umar Bin Thoha Bin Shabab, seorang ulama Palembang yang merupakan leluhur dari
Wali Songo, kecuali Sunan Kalijaga. Musik hadroh banyak diperdengarkan saat
perayaan-perayaan hari besar Islam, khususnya peringatan maulid nabi Muhammad
SAW. S
Hadrah banyak dipergunakan
sebagai media apresiasi seni santri-santri dari berbagai pondok pesantren,
khususnya di provinsi Jawa Timur. Beberap grup yang populer karena
kepiawaiannya dalam memainkan musik hadroh misalnya grup Annabawiyyah, Arraudhah
dan Al Muqtasida. Pada era 80-an, musik hadroh dikenal dengan nama rebana
qasidah dan sempat menjadi hits di
blantika musik Indonesia. Lagu “Perdamaian” yang pernah di-remake oleh group band
GIGI menjadi bukti kejayaan musik hadroh. Awalnya, lagu yang telah lekat di
telinga masyarakat tersebut didendangkan oleh sebuah grup rebana qasidah
bernama Nasida Ria.
Peserta Hadroh Kontemporer dari Desa Hadiwarno yang menjadi Juara I |
Syair lagu hadroh adalah syair
yang umumnya berupa pujian pada Tuhan, kecintaan pada Nabi Muhammad dan nasihat
tentang kehidupan. Dua induk syair hadroh yang populer adalah kita al barzanji
dan kitab al burdah. Keduanya berisi tentang beberepa sendir kehidupan, mulai
dari makna hakiki hidup, fungsi al quran, hingga gangguan hidup yang berupa
hawa nafsu yang tak terkendali. Syair-syair ini dikemas dalam nada-nada indah
yang mengalun menyejukkan hati.
Sebagai budaya Arab, hadroh
diterima baik oleh masyarakat Indonesia yang kini mayoritas pendudukanya adalah
muslim. Hadroh dimainkan dalam acara-acara keagamaan, baik skala kecil maupun
besar. Di beberapa daerah, hadroh berpadu dengan beberapa alat musik khas
Indonesia yang akhirnya memberikan sajian unik dan menarik. Tak hanya itu, ada
beberapa tarian yang awalnya terispirasi dari keanggunan musik hadrah, sebut
saja tari Rodhat atau tari Hadrah Shof.
Perkawinan budaya menjadi sebuah
hal yang mutlak terjadi ketika budaya lain masuk ke dalam sebuah wilayah yang
baru. Umumnya, masyarakat setempat tidak akan serta merta mengambil budaya
tersebut, namun akan menyaringnya. Salah satu teknik penyaringan yang umum
terjadi adalah adanya akulturasi budaya, di mana budaya asing yang datang
dikawinkan dengan budaya setempat, sehingga terasa lebih familiar dan akhirnya
dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Akulturasi budaya inilah yang coba
diangkat oleh Pemerintah Kecamatan Ngadirojo dalam memeriahkan HUT Kemerdekaan
RI ke-70 lewat lomba yang bertajuk “Lomba Hadroh Kontemporer”. Panitia mencoba
memperkenalkan hadroh ke masyarakat Ngadirojo dengan mengajak seluruh desa
untuk berpartisipasi dan unjuk kebolehan atas kreasi yang telah dibuat.
Jumat dan Sabtu (14-15/8/2015)
masyarakat Ngadirojo berduyun-duyun menuju Pendopo Kecamatan Ngadirojo untuk
melihat performance dari desa-desa
se-kecamatan Ngadirojo. Dua malam, warga Ngadirojo dimanjakan dengan
sajian-sajian yang unik hasil karya warga masyarakat sendiri. Masing-masing tim
hadroh dari setiap desa membawakan dua buah lagu. Dan di sinilah rasa
kontemporer itu terkecap oleh warga. Beberapa desa juga menyertakan beberapa
unsur gamelan, seperti gendang, saron atau bonang. Unsur musik modern seperti
gitar, bass dan keyboard juga menjadi
pilihan bagi beberapa desa untuk memadukan musik timur tengah dengan nuansa
lain. Ketua Dewan Juri yang berasal dari Kota Pacitan bahkan sempat memuji
salah satu peserta dengan istilah “kolaborasi yang nakal” karena salah satu
tampilannya mengambil beberapa unsur budaya, yaitu dari Arab, Jawa hingga
nuansa Banyuwangi lewat musik berbau Osing.
Penampilan Tim Hadroh Desa Wiyoro yang dijuluki kolaborasi nakal oleh Juri |
Selain musik, dewan juri juga memberikan
komentar tentang penggunaan busana yang kadang tidak sinkron antara baju dan
hijab yang digunakan. Overall,
panitia sukses mengemas acara lomba agustusan
ini menjadi sajian yang menyedot antusiasme warga Ngadirojo. Semoga, masyarakat
Ngadirojo tidak hanya terhibur dengan keindahan tampilan, atau bahkan
terjerumus pada euforia kemenangan, namun dapat meresapi syair-syair lagu
hadroh yang dapat dijadikan nasihat kehidupan.[PK]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar