Senin, 13 Juli 2015

Tari Gambyong

Tari Gambyong Sanggar Edi Peni Pacitan

 Tari Gambyong merupakan tarian tradisional yang dikreasikan dengan gaya Surakarta. Tari gambyong diyakini berasal dari kesenian tayub yang berkembang di masyarakat Jawa. Konon, ada seorang penari taledhek/penari tayub bernama Gambyong pada zaman pemerintahan Paku Buwana IV Surakarta (1788-1820). Gambyong adalah penari mumpuni yang sangat mahir memainkan pola tubuh dalam kesenian tayub dan ditambah kemerduan suaranya, sehingga membuatnya menjadi pujaan penikmat tayub.

Tari gambyong dicirikan dengan gerakan indah mengikuti irama kendang. Gerakan jemari tangan yang begitu lentik menjadi gerak dominan dalam tarian ini. Pandangan mata si penari selalu menuju pada gerak tangan yang dilakukan. Gerakan-gerakan tersebut diselaraskan dengan gerak kaki, lengan, tubuh dan kepala. Gerakannya yang luwes dan kenes menggambarkan watak dan sikap dari seorang wanita Jawa.

Kendang yang menjadi nyawa dari pertunjukan tari gambyong juga didukung dengan instrumen penyusun gamelan lainnya, seperti kenong, gambang dan gong. Gendhing pangkur menjadi ciri khas lain dari tari gambyong, karena gendhing inilah yang selalu mengawali setiap penampilannya.

Penari gambyong didapuk dengan busana kemben dengan bahu terbuka. Busana yang dikenakan umumnya bernuansa hijau atau kuning, atau paduan dari keduanya. Warna ini menunjukkan kesuburan dan kemakmuran. Rias kepala dibuat sedemikian rupa seperti riasan konde klasik dengan hiasan reronce bunga melati.

Pada awalnya tari gambyong dipentaskan dalam ritual upacara pertanian dengan tujuan agar tanah tetap subur dan memberikan hasil pertanian yang melimpah untuk kemakmuran rakyat. Selanjutnya, tarian ini dijadikan sebagai hiburan bagi Paku Buwana dan dijadikan sebagai tari penyambutan tamu.

Sajian tari Gambyong telah banyak mengalami perkembangan, misalnya dalam hal penyajiaannya. Tari gambyong saat ini tidak hanya bisa ditampilkan di daerah keraton Surakarta, namun tarian ini sudah dipentaskan sebagai hiburan rakyat dan promosi budaya. Perkembangan ini dimulai dengan munculnya tari gambyong pareanom hasil kreasi Nyi Bei Mintoraras. Kemunculan jenis tari gambyong ini diikuti oleh munculnya jenis tari gambyong lainnya, misalnya gambyong sala minulya, gambyong ayun-ayun, gambyong pangkur, gambyong mudhtama, dan gambyong dewandau.

Tari Gambyong Pangkur Sanggar Edi Peni saat peresmian Balai Desa Hadiluwih

Selain pergeseran fungsi dan perkembangan jenis tari, busana yang dikenakan penari pun sudah tidak terpaku pada kebaya model dodotan. Perkembangan ini merupakan akulturasi dengan budaya pada masyarakat setempat, misalnya penggunaan penggunaan kebaya berlengan dan jilbab/kerudung bagi penarinya serta warna dominan yang dikenakan.

Sanggar Edi Peni Pacitan telah beberapa kali menampilkan tarian ini dengan sentuhan kreasi tersendiri. Dokumentasi foto yang didapatkan dari koleksi pribadi sanggar dan sumbangan dari para anggota dan alumni sanggar menunjukkan tarian klasik ini memang sempat hits meskipun banyak tarian kreasi ber-genre gaya baru.


Tari Gambyong Sanggar Edi Peni di SMPN 1 Ngadirojo
Tari gambyong juga diperkenalkan kepada para generasi muda dengan ditampilkan di acara pelepasan siswa kelas IX SMP Negeri 1 Ngadirojo tahun 2013 silam. Meskipun berada di wilayah administratif Jawa Timur, namun kedekatan letak geografis dengan wilayah Surakarta dan Yogyakarta membuat kesenian daerah Pacitan juga dipengaruhi oleh aroma seni dari daerah Mataraman ini. [PK]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar