Tari Gambyong Sanggar Edi Peni Pacitan |
Tari Gambyong merupakan tarian tradisional yang dikreasikan dengan gaya Surakarta. Tari gambyong diyakini berasal dari kesenian tayub yang berkembang di masyarakat Jawa. Konon, ada seorang penari taledhek/penari tayub bernama Gambyong pada zaman pemerintahan Paku Buwana IV Surakarta (1788-1820). Gambyong adalah penari mumpuni yang sangat mahir memainkan pola tubuh dalam kesenian tayub dan ditambah kemerduan suaranya, sehingga membuatnya menjadi pujaan penikmat tayub.
Tari gambyong dicirikan dengan
gerakan indah mengikuti irama kendang. Gerakan jemari tangan yang begitu lentik
menjadi gerak dominan dalam tarian ini. Pandangan mata si penari selalu menuju
pada gerak tangan yang dilakukan. Gerakan-gerakan tersebut diselaraskan dengan
gerak kaki, lengan, tubuh dan kepala. Gerakannya yang luwes dan kenes menggambarkan
watak dan sikap dari seorang wanita Jawa.
Kendang yang menjadi nyawa dari
pertunjukan tari gambyong juga didukung dengan instrumen penyusun gamelan
lainnya, seperti kenong, gambang dan gong. Gendhing pangkur menjadi ciri khas
lain dari tari gambyong, karena gendhing inilah yang selalu mengawali setiap
penampilannya.
Penari gambyong didapuk dengan
busana kemben dengan bahu terbuka. Busana yang dikenakan umumnya bernuansa
hijau atau kuning, atau paduan dari keduanya. Warna ini menunjukkan kesuburan
dan kemakmuran. Rias kepala dibuat sedemikian rupa seperti riasan konde klasik dengan
hiasan reronce bunga melati.
Pada awalnya tari gambyong
dipentaskan dalam ritual upacara pertanian dengan tujuan agar tanah tetap subur
dan memberikan hasil pertanian yang melimpah untuk kemakmuran rakyat.
Selanjutnya, tarian ini dijadikan sebagai hiburan bagi Paku Buwana dan
dijadikan sebagai tari penyambutan tamu.
Sajian tari Gambyong telah banyak
mengalami perkembangan, misalnya dalam hal penyajiaannya. Tari gambyong saat
ini tidak hanya bisa ditampilkan di daerah keraton Surakarta, namun tarian ini
sudah dipentaskan sebagai hiburan rakyat dan promosi budaya. Perkembangan ini
dimulai dengan munculnya tari gambyong pareanom hasil kreasi
Nyi Bei Mintoraras. Kemunculan jenis tari gambyong ini diikuti oleh munculnya
jenis tari gambyong lainnya, misalnya gambyong
sala minulya, gambyong ayun-ayun, gambyong pangkur, gambyong mudhtama, dan gambyong dewandau.
Tari Gambyong Pangkur Sanggar Edi Peni saat peresmian Balai Desa Hadiluwih |
Selain pergeseran fungsi dan
perkembangan jenis tari, busana yang dikenakan penari pun sudah tidak terpaku
pada kebaya model dodotan. Perkembangan ini merupakan akulturasi dengan budaya
pada masyarakat setempat, misalnya penggunaan penggunaan kebaya berlengan dan jilbab/kerudung
bagi penarinya serta warna dominan yang dikenakan.
Sanggar Edi Peni Pacitan telah
beberapa kali menampilkan tarian ini dengan sentuhan kreasi tersendiri. Dokumentasi
foto yang didapatkan dari koleksi pribadi sanggar dan sumbangan dari para
anggota dan alumni sanggar menunjukkan tarian klasik ini memang sempat hits meskipun banyak tarian kreasi ber-genre gaya baru.
Tari Gambyong Sanggar Edi Peni di SMPN 1 Ngadirojo |
Tari gambyong juga diperkenalkan
kepada para generasi muda dengan ditampilkan di acara pelepasan siswa kelas IX
SMP Negeri 1 Ngadirojo tahun 2013 silam. Meskipun berada di wilayah
administratif Jawa Timur, namun kedekatan letak geografis dengan wilayah
Surakarta dan Yogyakarta membuat kesenian daerah Pacitan juga dipengaruhi oleh
aroma seni dari daerah Mataraman ini. [PK]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar