Upacara adat Jangkrik Genggong di Tawang Pacitan (Foto: Doc. Pacitan) |
Jangkrik Genggong merupakan
upacara adat di dusun Tawang desa Sidomulyo kecamatan Ngadirojo kabupaten
Pacitan. Upacara adat ini dilaksanakan sekali dalam setahun, yaitu tiap hari
Selasa Kliwon (Anggara Kasih) bulan Selo (Longkang/Dzulqo’dah). Penamaan Jangkrik Genggong diambil dari gendhing
tayub klangenan (kesukaan) dari
Wonocaki, salah satu sosok yang dipercaya warga setempat sebagai danyang punden (makhluk halus penunggu
tempat yang dikeramatkan).
Pelaksanaan upacara adat Jangkrik
Genggong dilengkapi dengan sesaji yang berupa krawon kemadhuk, bothok iwak
pajung (kakap merah), dan tlethong
jaran putih (kotoran kuda putih). Sesaji yang ada nantinya akan dibawa
untuk prosesi doa oleh sesepuh adat daerah setempat. Konon, iwak pajung akan melimpah di laut setempat
sesaat sebelum acara Jangkrik Genggong dilaksanakan. Setelah prosesi acara,
umumnya nelayan akan panen ikan dalam skala yang lebih besar dari biasanya.
Sebagian masyarakat percaya bahwa seorang anak laki-laki yang siap untuk melaut
kali pertama harus mengikuti acara Jangkrik Genggong terlebih dahulu.
Upacara adat Jangkrik Genggong di Tawang Pacitan (Foto: Doc. Pacitan) |
Cerita rakyat Jangkrik Genggong
dilatarbelakangi oleh adanya beberapa pepunden
di daerah Tawang, Sidomulyo. Setiap pepunden
tersebut memiliki sosok penguasa (dalam bahasa Jawa disebut seng mbahurekso) masiing-masing,
misalnya Rogo Bahu menguasai Glandhang Plawangan, Gadhung Mlathi menguasai
Sumur Gedhe, Mangku Negara menguasai Sumur Pinggir dan Wonocaki menguasai
Teren. Masing-masing sosok penguasa tersebut akan merasa nyaman jika masyarakat
setempat melaksanakan agenda tahunan bersih desa dan dilanjutkan dengan
tayuban. Setiap sosok penguasa memiliki gendhing klangenan masing-masing sesuai dengan karakter dan selera sosok seng mbahurekso tersebut.
Upacara adat Jangkrik Genggong
secara utuh dimulai satu hari sebelum puncak acara, yaitu hari Senin Wage (Soma
Cemeng). Pada hari Senin Wage tersebut, seluruh warga melakukan agenda bersih
desa, terutama membersihkan pepunden
yang ada. Pada malam harinya, diadakan acara tirakatan bersama seluruh warga
dusun.
Upacara adat Jangkrik Genggong di Tawang Pacitan (Foto: Doc. Pacitan) |
Acara dilanjutkan pada Selasa
Kliwon pagi, di mana setiap warga akan membawa encek yang berisi tumpeng. Bagi warga yang memiliki sukerto (misalnya akan melakukan tradisi
ruwatan atau memiliki ujar) akan
membawa sesaji sesuai dengan aturan yang ada. Seluruh sesaji dan tumpeng
dikumpulkan dalam suatu tempat dan selanjutnya sesepuh adat akan melakukan doa
atas tumpeng dan sesaji yang terkumpul. Sesaji yang telah didoai selanjutnya
diantar ke masing-masing pepunden. Acara dilanjutkan dengan kembul bujana (makan bersama) oleh
seluruh warga masyarakat.
Upacara adat Jangkrik Genggong di Tawang Pacitan (Foto: Doc. Pacitan) |
Tayub dilaksanakan sebagai
penutup acara. Sebelum agenda tayuban bagi warga masyarakat, dilakukan tayub
sakral yang diperankan oleh lima orang lelaki asli dusun Tawang, Sidomulyo.
Kelima lelaki ini merupakan pengejawantahan sosok penguasa pepunden yang ada. Secara berurutan, kelima lelaki yang memerankan
Rogo Bahu, Gambir Anom, Sumur Wungu dan diakhiri Wonocaki melaksanakan tayub
dengan gendhing klangenan
masing-masing. Gendhing tersebut antara lain cakra negara, samirah, godril, ijo-ijo dan diakhiri dengan gendhing
jangkrik genggong.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar