Selasa, 15 September 2015

Nostalgia dengan Rury Tiara Facitania

Rury Tiara Facitania

Rury Tiara Facitania, dari namanya saja kita sudah bisa menebak bahwa sang orang tua begitu ngefans dengan Pacitan, sehingga nama Pacitan disematkan di akhir nama putrinya. Rury, demikian wanita cantik kelahiran 3 Oktober 1988 ini dipanggil. Ibu dari Damar Wongso Lesono ini adalah penari utama dalam pagelaran tari kolosal Pacitan Bumi Kaloka di Istana Negara tahun 2014 silam. Artikel ini mengetengahkan obrolan bersama Rury, wanita yang sempat dijuluki Dewi Sekartaji karena kepiawaiannya dalam memerankan tokoh tersebut dalam tarian.

Rury dan Sanggar Edi Peni
Rury, sosok wanita cantik yang doyan thiwul dan jenang piteng memang tak bisa dilepaskan dengan Sanggar Edi Peni. Ibu muda yang saat ini berdomisili di Bekasi, Jawa Barat ini merupakann bagian dari perjalanan Sanggar Edi Peni, sebagaimana Sanggar Edi Peni yang juga menjadi sebagian teman dari perjalanan hidup Rury. Rury Tiara Facitania kecil mulai bergabung dengan Sanggar Edi Peni saat masih duduk di kelas 2 Sekolah Dasar.

"Saat itu saya baru pindah dari Wonogiri ke SDN Hadiluwuh I, lalu langsung ikut les tari ke Sanggar Edi Peni.", kenangnya.

Rury menjadi bagian Sanggar Edi Peni selama stay di Lorok. Selepas SD, Rury melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 3 Ngadirojo. Di sekolah ini, ekstrakurikuler tari dibina oleh Sanggar Edi Peni, sehingga kebersamaan itu masih terus terjalin, bahkan hingga saat Rury mengenyam bangku pendidikan di SMA Negeri 1 Ngadirojo.

"Selepas SMA saya pergi ke Bekasi untuk kuliah. Setelah itu sudah tidak nari bareng lagi dengan Sanggar Edi Peni.", tutur Rury.

Penampilan Rury (tengah) dalam tari Galuh Pambuka saat SMA

Banyak Kenangan
Setiap kebersamaan pasti akan menggoreskan kenangan. Kenangan inilah yang akan mendewasakan, kenangan inilah yang akan menimbulkan kerinduan. Lebih dari 10 tahun menjadi anggota aktif Sanggar Edi Peni Pacitan, Rury merasakan sangat banyak kenangan. Belajar dan pentas tari sudah pasti menjadi bagian dari kenangan yang tergoreskan, namun ada hal lain yang terpatri dalam sanubari Rury.

“Sanggar Edi Peni itu keluarga. Pak Ito dan Bu Peni sudah seperti orang tua sendiri.”, kenangnya.


Rasa kekeluargaan inilah yang menjadi sumber kerinduan. Senda gurau, canda dan saling ejek antar teman saat bersama kadang terlitas dan mengundang rasa kangen datang.


Rury bersama penari Sanggar Edi Peni Pacitan dalam Pementasan di TMII Jakarta

Sosok Mandiri
Jika Rury punya kenangan tentang Sanggar Edi Peni, maka Sanggar Edi Peni juga punya kenangan tentang wanita yang menekuni belajar ilmu komunikasi di Universitas Bina Sarana Informatika. Adalah Mama Peni, sapaan anak-anak sanggar kepada Ibu Adi Peni memberikan kesan atas Rury. Beliau menggambarkan Rury sebagai anak yang tidak hanya mengandalkan bakat, namun terus menempa diri menjadi yang lebih baik.

Ibu Adi Peni melanjutkan bahwa darah seni yang mengalir dari Sang Ayah terus diasah. Meskipun harus belajar sendirian, Rury siap dan melaksanakan dengan sepenuh hati.

"Rury tidak pernah bergantung kepada temannya. Dia mandiri dan gigih berusaha.", pungkas Ibu Adi Peni.

Kebersamaan Mama Peni, Rury dan Penari Sanggar Edi Peni Pacitan
Hidup adalah Perjuangan
“Hidup adalah perjuangan.”, quote inilah yang mengawali perbincangan bersama Rury tentang pelajaran hidup yang ia pelajari saat di Sanggar Edi Peni. Ia berkisah tentang kondisi finansialnya yang tidak berkelimpahan, sehingga mengharuskannya menunda membeli beberapa barang yang ia inginkan. Di sini ia mulai belajar untuk menyisihkan uang hasil tanggapan untuk ditabung dan dibelikan barang yang ia inginkan. Ia juga menuturkan bahwa kepiawaiannya menari bisa mengantarkannya menikmati bangku kuliah.

“Sebenarnya ingin kuliah tari di Malang, tapi kondisi ekonomi tidak memungkinkan. Alhamdulillah, Allah memberikan kemudahan dengan takdir-Nya yang lain.”, kenangnya.

Rury akhirnya mengambil beasiswa di jurusan Public Relation di Bina Sarana Informatika. Beasiswa ini ia dapatkan dengan prestasinya dalam bidang tari bersama Sanggar Edi Peni, salah satunya sebagai penari Galuh Pambuka yang menyabet Juara I dalam Festival Tari Jawa Timur tahun 2002. Sambil kuliah, Rury aktif menari bersama Sanggar Anjungan Jawa Tengah TMII Jakarta.

Rury bersama sang anak dan suami berpose bersama para penari Sanggar Edi Peni

Nah, demikian obrolan singkat kami dengan Rury Tiara Facitania. Semoga makin sukses untuk Rury dan semoga kita bisa mengambil pelajaran dari perjalanan hidup Rury! [PK]



1 komentar: