Selasa, 01 September 2015

Upacara Adat Jangkrik Genggong



Upacara adat Jangkrik Genggong di Tawang Pacitan (Foto: Doc. Pacitan)

Jangkrik Genggong merupakan upacara adat di dusun Tawang desa Sidomulyo kecamatan Ngadirojo kabupaten Pacitan. Upacara adat ini dilaksanakan sekali dalam setahun, yaitu tiap hari Selasa Kliwon (Anggara Kasih) bulan Selo (Longkang/Dzulqo’dah). Penamaan Jangkrik Genggong diambil dari gendhing tayub klangenan (kesukaan) dari Wonocaki, salah satu sosok yang dipercaya warga setempat sebagai danyang punden (makhluk halus penunggu tempat yang dikeramatkan).

Pelaksanaan upacara adat Jangkrik Genggong dilengkapi dengan sesaji yang berupa krawon kemadhuk, bothok iwak pajung (kakap merah), dan tlethong jaran putih (kotoran kuda putih). Sesaji yang ada nantinya akan dibawa untuk prosesi doa oleh sesepuh adat daerah setempat. Konon, iwak pajung akan melimpah di laut setempat sesaat sebelum acara Jangkrik Genggong dilaksanakan. Setelah prosesi acara, umumnya nelayan akan panen ikan dalam skala yang lebih besar dari biasanya. Sebagian masyarakat percaya bahwa seorang anak laki-laki yang siap untuk melaut kali pertama harus mengikuti acara Jangkrik Genggong terlebih dahulu.

Upacara adat Jangkrik Genggong di Tawang Pacitan (Foto: Doc. Pacitan)

Cerita rakyat Jangkrik Genggong dilatarbelakangi oleh adanya beberapa pepunden di daerah Tawang, Sidomulyo. Setiap pepunden tersebut memiliki sosok penguasa (dalam bahasa Jawa disebut seng mbahurekso) masiing-masing, misalnya Rogo Bahu menguasai Glandhang Plawangan, Gadhung Mlathi menguasai Sumur Gedhe, Mangku Negara menguasai Sumur Pinggir dan Wonocaki menguasai Teren. Masing-masing sosok penguasa tersebut akan merasa nyaman jika masyarakat setempat melaksanakan agenda tahunan bersih desa dan dilanjutkan dengan tayuban. Setiap sosok penguasa memiliki gendhing klangenan masing-masing sesuai dengan karakter dan selera sosok seng mbahurekso tersebut.

Upacara adat Jangkrik Genggong secara utuh dimulai satu hari sebelum puncak acara, yaitu hari Senin Wage (Soma Cemeng). Pada hari Senin Wage tersebut, seluruh warga melakukan agenda bersih desa, terutama membersihkan pepunden yang ada. Pada malam harinya, diadakan acara tirakatan bersama seluruh warga dusun.

Upacara adat Jangkrik Genggong di Tawang Pacitan (Foto: Doc. Pacitan)

Acara dilanjutkan pada Selasa Kliwon pagi, di mana setiap warga akan membawa encek yang berisi tumpeng. Bagi warga yang memiliki sukerto (misalnya akan melakukan tradisi ruwatan atau memiliki ujar) akan membawa sesaji sesuai dengan aturan yang ada. Seluruh sesaji dan tumpeng dikumpulkan dalam suatu tempat dan selanjutnya sesepuh adat akan melakukan doa atas tumpeng dan sesaji yang terkumpul. Sesaji yang telah didoai selanjutnya diantar ke masing-masing pepunden. Acara dilanjutkan dengan kembul bujana (makan bersama) oleh seluruh warga masyarakat.


Upacara adat Jangkrik Genggong di Tawang Pacitan (Foto: Doc. Pacitan)


Tayub dilaksanakan sebagai penutup acara. Sebelum agenda tayuban bagi warga masyarakat, dilakukan tayub sakral yang diperankan oleh lima orang lelaki asli dusun Tawang, Sidomulyo. Kelima lelaki ini merupakan pengejawantahan sosok penguasa pepunden yang ada. Secara berurutan, kelima lelaki yang memerankan Rogo Bahu, Gambir Anom, Sumur Wungu dan diakhiri Wonocaki melaksanakan tayub dengan gendhing klangenan masing-masing. Gendhing tersebut antara lain cakra negara, samirah, godril, ijo-ijo dan diakhiri dengan gendhing jangkrik genggong.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar