Jumat, 29 Mei 2015

Pesan Bijak dari Musik Tradisi

"Kolang kaling kalung kalunge si lurah Gareng
Gamelan manungkung binarung ngelike sindhen"


Demikian sepenggal syair yang dinyanyikan oleh Tim Musik Tradisi siswa-siswa SMP Negeri 1 Ngadirojo, Pacitan di ajang Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) SMP Negeri/Swasta Kabupaten Pacitan. Lomba yang digelar dengan konsep pagelaran tersebut sengaja ditempatkan di salah satu titik keramaian di Ibukota Kabupaten, yaitu Pasar Sawo. Tanggal 20 Mei 2015 silam, lomba dimulai sekitar pukul 19:30 dengan mempertandingkan tiga mata lomba, yaitu musik tradisi, vocal group dan kreasi tari.

Tim Musik Tradisi SMP Negeri 1 Ngadirojo tampil dengan nomor undian 02 dengan mengenakan busana bermotif lurik. "Memang kami mengusung lurik untuk tema busananya, karena memang lurik sedang 'in' di Pacitan.", ujar Adi Peni, S.Pd., salah satu guru pendamping.

Tampil dengan tajuk "Mumpuni", Tim Musik Tradisi SMP Negeri 1 Ngadirojo menyuguhkan tampilan yang apik. Memainkan berbagai alat musik bagian dari gamelan, mulai dari bonang hingga gong, ditambah dengan klontong sapi, musik patrol, hingga gelang kaki penari. Selain mempertontonkan kepiawaian dalam memainkan alat musik, Tim Musik Tradisi SMP Negeri 1 Ngadirojo juga menyisipkan pesan moral dalam beberapa penggal syairnya. Sebut saja penggalan "tambah gedhe, tambah pede" atau kalimat "yen wani ojo wedi-wedi, yen wedi ojo wani-wani.". Guru pendamping membenarkan hal tersebut, menurut wanita berjilbab merah jambu (kala itu), bahwa tampilan musik tradisi, dan tampilan apapun, seharusnya tidak hanya menyajikan tontonan yang kosong, namun juga sarat makna, sehingga penonton dapat menikmati sekaligus mendapatkan pelajaran dari tampilan tersebut.



Dari hasil pengumuman dewan juri, Tim Musik Tradisi  SMPN 1 Ngadirojo menjuarai lomba musik tradisi dan selanjutnya akan mewakili Kabupaten Pacitan di ajang serupa pada level Provinsi Jawa Timur. Semoga terus berkreasi dan juara! [PK].

Tari Topeng Sumur Gedhe


Daerah Tawang, Desa Sidomulyo,Kecamatan Ngadirojo,Kab Pacitan merupakan daerah pesisir pantai selatan dimana di daerah itu masih banyak penguasa sumber air yang berwujud mahluk halus ,yang  masih dipercaya keberadaannya oleh masyarakat setempat.Nama-nama penguasa sumber air itu adalah Rogo Bahu penguasa Glandang Plawangan, Wonocaki penguasa Teren, Gadhung Mlathi penguasa Sumur Gedhe,Mangku Negara  penguasa Sumur Pinggir.


Para penguasa ini akan merasa nyaman bila tiap selasa kliwon bulan Longkang/ selo diadakan Upacara adat berupa bersih desa dengan puncak acaranya tayuban. Dalam Upacara adat ini juga disertai ubo rampe/ perlengkapan sesaji yang aneh-aneh, dan syarat ini harus lengkap seperti,Bothok Ikan Pajung (Kakap Merah),Krawon Daun Kemaduh,Sambel Tlethong Jaran (Kotoran Kuda).

Tari Topeng Sumur Gedhe mencoba menggambarkan sosok Gadhung Mathi yang cantik, centil dan energik. Tari ini tampil sebagai Juara Kedua Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) SMP Kabupaten Pacitan.


Identitas Tari
Judul                     : Tari Topeng Sumur Gedhe
Penata Tari            : Edi Suwito, S.Pd.
Penata Musik         : M. Kasim
Penata Busana        : Adi Peni, S.Pd.
Pelatih teknis        : Ria Mafilindasari, S.Pd.
Penari                    : Siswi-siswi SMP Negeri 3 Ngadirojo

Kamis, 28 Mei 2015

Genggongan Mangslup Ramaikan FKT Jawa Timur 2015

Genggongan Mangslup merupakan judul karya terbaru dari Sanggar Edi Peni yang telah ditampilkan di Festival Karya Tari (FKT) Jawa Timur 2015. Festival tersebut merupakan festival tahunan yang diadakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Tahun ini, FKT Jatim 2015 digelar di Gedung Cak Durasim Surabaya dengan diikuti oleh 37 Kota/Kabupaten yang tersebar di seluruh Provinsi Jawa Timur.

Genggongan Mangslup menjadi wakil Kabupaten Pacitan untuk bersaing dengan Kota/Kabupaten lain dalam menyajikan karya tari (Genggongan Mangslup Wakil Pacitan). Tari ini terinspirasi dari Upacara Adat di TPI Tawang, Desa Sidomulyo, Kecamatan Ngadirojo, Pacitan. Awal terjadinya upacara ini ,bermula dari tangisan sang Gadhung Mlati yang menginginkan di gelarnya hiburan untuk mengobati hatinya yang gundah gulana karena ditinggal pergi sang kekasih pujaan hatinya. Raja Rogo Bahu belum berkenan mengadakan hiburan karena keadaan daerah yang masih serba kekurangan dan masyarakat yang masih belum mampu dalam hal ekonomi. Namun Gadhung melati tidak mau tahu keadaan seperti itu, maunya diadakan hiburan untuk mengobati hatinya,malah –malah dia berbuat ulah dengan cara ngedan dan membuat huru hara dengan cara masuk ke jasad seseorang (mangslup) dan berbuat gila .

Karena kejadian ini maka Raja Rogo bahu merasa iba dan akhirnya menyuruh Wono caki agar menggelar hiburan tayuban dengan  tata cara negri Glandang Plawangan. Pada acara tayuban pun ada upacara adat yang harus dijalankan diantaranya ,sesajen lengkap ,membakar kemenyan di tempat penyimpanan pakaian para penguasa sumber air (kedongan Tengah), disediakan peraga yang memperagakan para penguasa sumber air, dimana para peraga harus masih keturunan masyarakat Tawang , para peraga itu antara lain Mangku negara, Rogo Bahu, Wonocaki, Gadhung Mlathi.

Untuk membuka  acara Gelar Tayub maka harus didahului oleh para penguasa sumber air,baru kemudian dilanjutkan oleh masyarakat. Dalam acara ini biasanya Gadhung mlathi suka membikin ulah apabila dia mempunyai keinginan terhadap pakaian yang dipakai seseorang  maka dia akan mengganggu orang tersebut.

Para penguasa sumber air inipun mempunyai gendhing-gendhing klangenan/kesukaan, diantaranya, Mangku Negara dengan gendhing Cakra Negara, Raga Bahu dengan Gendhing Samirah, Gadhung Mlathi dengan gendhing Godril dan Ijo-ijo, Wonocaki dengan gendhing Jangkrik Genggong. Biasanya Wonocaki tampil paling akhir karena biasanya punya tarian yang atraktif dan gecul sehingga menarik .karena gending inilah maka orang menamakan upacara adat ini dengan nama “GENGGONGAN”


Tari Genggongan Mangslup digarap oleh penata tari Edi Suwito, S.Pd dengan didampingi sang istri sebagai penata rias dan busana, Adi Peni, S.Pd. Selain itu, tari garapan ini juga menggandeng musisi senior di tanah Lorok, M. Kasim, sebagai penata musik. Tari Genggongan Mangslup sendiri ditarikan oleh delapan penari wanita yang diiiringi oleh 11 pengrawit, 1 swarawati dan 2 wiraswara.

Meski tak mampu meraih kejuaraan, tari ini tetap mencuri perhatian masyarakat dengan kostum yang telah didesain megah dan mencolok. Tari Runtik Lamongan tampil sebagai Penyaji Terbaik FKT Jatim 2015. Adi Peni, S.Pd. menanggapi hasil ini dengan bijak, "Perkembangan karya tari di Jawa Timur sudah luar biasa. Sudah tidak dapat diprediksi semudah dahulu. Tahun lalu kami masih dapat menyabet kejuaraan (baca: Hasil FKT 2014), tahun ini hampa. Ke depan, harus menjadi cambuk dan evaluasi agar lebih pas di hati juri dan penikmat seni. (PK)