Selasa, 30 Agustus 2016
Tari Topi
Dunia kanak-kanak memang penuh dengan suka cita. Suka cita yang begitu jujur dan lahir dan hal-hal yang sederhana. Bagi anak-anak, ada banyak alasan untuk membuat suasana mencadi cair dan penuh tawa. Alasan-alasan itu umumnya lahir dari hal sepele yang tak pernah dipikirkan oleh orang dewasa.
Jika kita tengok kembali ke satu hingga dua dekade silam, kita akan sangat mudah menemukan anak-anak bernyanyi bersama dengan nyanyian yang sederhana. Kesederhanaan ini bukan hanya dari tema lagu, namun juga nada yang menyusun lagu tersebut. Lagu balonku, pelangi, bintang kecil, abang tukang bakso, hingga topi saya bundar. Saat ini, lagu tersebut sudah mulai tergeser oleh lagu orang dewasa.
Sanggar Edi Peni mencoba menghadirkan kesederhanaan dunia anak-anak. Sebelumnya, sudah pernah dikupas tentang tarian anak-anak bertema binatang, seperti tari gajah dan tari pitik lancur. Selain itu, ada tari gegolo yang menceritakan tentang kegemaran bocah perempuan pada salah satu mainannya, yaitu boneka. Kali ini, akan dibahas satu tarian yang juga ilhami dari properti permainan anak-anak, yaitu topi.
Tari topi, seperti namanya, menggunakan topi sebagai properti utama dalam tarian. Topi digunakan penari perempuan untuk melenggak-lenggok dan bergerak lincah mengelilingi panggung pementasan.
Topi merupakan alat perlindungan, sehingga dari tarian ini dapat ditarik pelajaran bahwa manusia tidak mampu berdiri sendiri tanpa alat perlindungan. Manusia memerlukan hal lain, baik alat maupun orang, untuk melindungi diirinya pada suatu waktu. Oleh karenanya, sikap sombong harus dihindari untuk keberlangsungan hidup bermasyarakat. [PK]
Minggu, 28 Agustus 2016
Tari Bang-Bang Wetan
Tari Bang-bang Wetan merupakan tarian yang menceritakan semangat juang putra-putri daerah Jawa Timur dalam mengusir penjajahan. Oleh karenanya, tarian ini disuguhkan dengan "aroma" jawa timuran yang rancak dan gagah. Ciri lain dari tarian ini adalah nuansa warna yang mencolok pads kostum penarinya.
Bang-bang wetan dapat diartikan sebagai "abang-abang ing sisih wetan" (semburat merah di ufuk timur). Semburat warna merah ini merupakan pertanda akan datangnya pagi. Pagi merupakan waktu yang digunakan manusia untuk mewujudkan mimpi membumi, menjadikan harapan menjadi kenyataan.
Tari Bang-bang Wetan merupakan kreasi Raff Dance Company. Sanggar Edi Peni Pacitan menarikan tarian ini pada Festival Tari Tingkat SMP se-Kabupaten Pacitan tahun 2005. Dalam festival ini, Sanggar Edi Peni berhasil menggondol predikat terbaik dan didapuk untuk mewakili kabupaten Pacitan dalam ajang Majapahit Travel Fair (MTF) se-provinsi Jawa Timur. (PK)
Senin, 15 Agustus 2016
Tarian dan Percintaan
Tarian merupakan wujud dari sebuah keindahan. Sebuah kesatuan utuh dari seni musik, seni gerak dan seni suara untuk menyampaikan sebuah pesan bagi khalayak ramai. Sebuah pesan yang diharapkan dapat berdampak luas kepada masyarakat. Oleh karenanya, tarian bukan sebuah karya asal, namun sebuah hasil dari perenungan panjang. Pesan yang mendalam merupakan cerminan dari proses kontemplasi yang juga mendalam.
Percintaan merupakan salah satu topik yang tak akan habis untuk dikupas, termasuk dalam dunia tarian. Percintaan pula menjadi inspirasi beberapa kisah legendaris, termasuk Romeo dan Juliet, hingga cerita Siti Nurbaya. Di panggung tari, banyak kisah percintaan diangkat sebagai tema, sebut saja Sendratari Roro Jonggrang, Kisah Cinta Nyai Dasima dan Kisah Raden Panji Asmorobangun.
Tema percintaan terkadang dihadirkan dalam hal yang tak biasa, sebut saja cinta terhadap alam semesta. Sebuah kampanye akan kelestarian alam agar terus dijaga. Tema tak biasa lain misalnya tentang cinta pada Sang Pencipta. Tarian-tarian sakral ini begitu magis dan mendalam. Umat Hindu yang menjadikan tarian sebagai salah satu ritual penyembahan, punya beragam tari yang bertujuan mendekatkan diri kepada Sang Hyang Widi Wasa.
Sanggar Edi Peni bersama Tim KKN dari Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta menggandeng TK Nurul Yaqin untuk mengkreasikan tarian tentang percintaan yang tak biasa: Cinta Rasulullah. Tarian ini bertujuan menanamkan cinta kepada Muhammad SAW yang diyakini umat muslim sebagai nabi terakhir yang membawa ajaran tentang kedamaian, keindahan, dan tentunya kebenaran. Lewat tari ini diharapkan anak-anak (yang menjadi penonton) pada khususnya akan semakin cinta pada nabinya. Melalui rasa cinta yang ada, diharapkan ajaran-ajaran yang dibawanya juga terus dilaksanakan untuk kebaikan duniawi dan ukhrowi. [PK]
Jumat, 05 Agustus 2016
LEGENDA WATU LUMPANG
Alkisah di pinggir pantai Kondhang ada sebuah batu Gumuk yang menyerupai lumpang dan sepotong batu panjang yang menyerupai alu. Lumpang dan alu tersebut ternyata tempat bersemayamnya Jin Dawil Kasut.
Konon cerita Jin Dawil Kasut ini mempunyai kebiasaan yang buruk, dia suka sekali memangsa bayi. Bila dia menghendaki mangsa maka dia memukul batu tersebut sehingga terdengar sampai pelosok daerah di Bawur, dan selanjutnya ada kejadian aneh bayi meninggal mendadak dan di Batu Lumpang itu mengalir darah segar.
Karena kejadian yang berulang ulang maka perangkat desa ada kesepakatan untuk mendatangkan Kyai Baweh dari Ponorogo yang dikenal bisa menaklukkan jin. Dan setelah kedatangan Kyai Baweh dengan segala daya dan upayanya Batu Lumpang dapat di balik sehingga tengkurap dan alunya terpotong jadi dua.
Semenjak bisa terbaliknya Batu Lumpang daerah Bawur Sukorejo menjadi aman dan tenteram sampai sekarang.